Minggu, 10 Februari 2013

Peluk

Hi, blogsky. How was your day? I've been reading Peluk in Rectoverso by Dee, just today. And.... You know, I found "us" in that story.

"Keanehan lain menyusul, yakni jawaban muncul dengan sendirinya tanpa proses berpikir: memang ini jalannya. Itukah yang dinamakan firasat? Menahun sudah aku tahu, hari ini akan tiba. Tapi bagaimana bisa pernah kujelaskan? Aku menyayangimu seperti kusayangi diriku sendiri. Bagaimana bisa kita ingin pisah dengan diri sendiri?"

by mas Radith's thinking. But, actually in that "Menahun sudah aku tahu, hari ini akan tiba." A lil bit different with his thinking, I think. He ever told me that he never think about the day we gonna broke up.

"Mengapa kata-kata justru hilang pada saat seperti ini? Saat kulihat kamu butuh penghiburan, nasihat bijak, atau humor segar agar kesedihan ini beroleh penawar? Kemampuan kita berkata-kata menguap. Kemampuanku melucu lenyap. Kebisuan menjadi hadiah kebersamaan kita bertahun-tahun. Aku ingin bilang, berbarengan dengan makin pilunya hati ini, ada keindahan yang kurasakan, dan aku tak mengerti mengapa bisa demikian."

I still remember, a year from the day mas Radith told me that he loves me, we had a meeting. I mean, we met but we didn't talk till I started. I still remember his face when I cried. Yes, still. I still remember each part of that day.

"Tanganmu bergerak bimbang seperti ingin meraih tanganku, tapi kau urungkan niat itu. Dua manusia yang sudah bercinta bertahun-tahun dan merasakan setiap jengkal kulit masing-masing, mendadak enggan untuk bersentuhan."

by mine. I still remember how I wanted to wipe his cheek. Feeling his unwashed face ehehehe I still remember how I used to remind him to wash his face.

"Aku tidak tahu kenapa dua manusia yang saling sayang harus kembali berjalan sendiri-sendiri."

MY BIG QUESTION. But I bet he has soooo many reasons.

"Aku tidak ingin bersamamu cuma karena enggan sendiri. Kau tidak layak untuk itu. Seseorang semestinya memutuskan bersama orang lain karena menemukan keutuhannya tercermin, bukan ketakutannya akan sepi."

Yea, maybe, we don't deserve, now.

"Aku ingin mengalir. Hatiku belum mau mati. Aliran ini harus kembali memecah dua agar kita sama-sama bergerak. Sebelum kita terlalu jengah dan akhirnya pisah dalam amarah."

But, in fact. We did. I just remembered the lyrics of "Berhenti di Kamu" by Anji.

"Jadi, aku tidak tahu cinta itu terdiri dari berapa macam. Yang kutahu, cinta ini tersendat, dan hatiku seperti mati pengap. Kendati kusayang kamu lebih daripada siapapun yang kutahu. Kendati bersamamu senyaman berselimut pada saat hujan. Aku aman. Namun, aku mengerontang kekeringan. Dan kini kutersadar, aku butuh hujan itu. Lebih dari apa pun."

Hmm, I kinda know, he is saturated of me, huh?:)

"Kamu bukan tisu sekali pakai. Kita tidak mungkin membuang apa pun jika kita percaya hati bukan ditujukan untuk menyimpan."

I hope he does.

"Tubuhmu berontak. Kurasakan amarahmu, sakitmu. Kupererar rengkuhanku. Tangamu meronta, berusaha melepaskan diri."

In my story, oh I mean in our story, it still being a part of your story, right?:) In our story, the difference is I wasn't resist your hug, I cried harder instead.

"Kau mulai menangis. Aku mulai menangis. Lenganmu perlahan mendaki dan balik mendekapku. Kita resmi berpelukan."

I miss you, mas Radith. But I know, I realize, my desire won't change anything. You.... have gone.

"Aliran ini memecah. Indah. Meski aku berbalik pergi





















dan tak kembali."







Tidak ada komentar: